CPU Temperature : PC Case vs Open Air Bench (Ryzen 7 2700X)
Dalam pengujian overclocking, salah satu faktor yang menjadi penentu reliability dan pencapaian overclock adalah suhu prosesor. Semakin rendah suhu prosesor, makin besar potensi-nya untuk beroperasi pada clockspeed lebih tinggi. Bahkan, banyak prosesor modern yang mengandalkan algoritma pintar untuk mengubah kecepatan boost prosesor mereka saat suhu-nya rendah. Selain faktor desain pendingin / cooler CPU, ada juga faktor lain yang cukup mempengaruhi performa cooler, yakni keadaan suhu ruangan (ambient temperature), dan pastinya seberapa bagus airflow yang dimiliki casing PC yang digunakan.
Hal yang mungkin sering Anda lihat pada JagatOC(dan mungkin berbagai review site lain), adalah sebuah konfigurasi dimana kami tidak menggunakan PC Case (casing).
“Test Rack“, “Open Air Bench“, “Open Case“, “No Case” adalah beragam istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan pengujian hardware PC tanpa casing-nya. Entah hanya menyandarkan motherboard pada box-nya, atau menggunakan peralatan khusus seperti Open Benchtable, para tester hardware ini sebegitu seringnya berganti hardware untuk tujuan pengujian, sehingga mereka enggan memasukkan PC mereka ke dalam sebuah casing.
Namun selain kenyamanan untuk mengganti-ganti hardware, ada satu hal yang membuat kami pribadi sebagai overclocker memilih skenario Open Case, yakni temperatur sistem yang lebih dingin.
Menggunakan sistem di luar casing kemungkinan besar akan menghasilkan suhu operasional yang lebih rendah dibanding sistem dalam sebuah casing, namun pertanyaannya: seberapa rendah? Ini yang hendak kami uji pada sesi uji singkat berikut ini!
Ruang Lingkup, Metode Pengujian, Testbed
Pengujian singkat ini memiliki tujuan sederhana: melihat seberapa jauh perbedaan temperatur sebuah prosesor saat full-load dalam keadaan dalam casing dan di luar casing.
Kami akan membebankan load dari sebuah benchmark CPU populer yakni Cinebench R15 pada CPU kami, yang dijalankan secara berturut-turut sebanyak 20x loop. Suhu prosesor nantinya akan di-log dengan software HWiNFO.
Tentu, supaya pengujian ini lebih efektif, kami mensyaratkan bahwa pengujian ini harus memenuhi beberapa kriteria, seperti:
- Prosesor yang dipilih merupakan prosesor modern (8-Core+) dengan heat load cukup signifikan
- Cooler CPU yang digunakan tidak menjadi limitasi, dan umum digunakan
- Casing yang dipilih tidak terlalu high-end, dan setidaknya menggambarkan keadaan pengguna pada umumnya (jadi ini bukan case khusus dengan sejumlah case fan yang powerful)
Menimbang berbagai peralatan yang tersedia pada lab kami, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan setup berbasiskan Ryzen 7 2700X ‘pinnacle ridge’, yang kebetulan dilengkapi dengan sebuah stock cooler yang mungkin menjabat sebagai stock cooler terbaik saat ini – Wraith PRISM. Untuk casing-nya sendiri, pilihan jatuh pada CoolerMaster MasterBox 5 Lite, sebuah case kelas menengah yang menawarkan ruang cukup lega, dan menyertakan satu buah kipas exhaust 120mm – kami berasumsi ini cukup untuk mensimulasikan keadaan sebagian besar PC yang digunakan kebanyakan user.
Berikut spesifikasi PC lengkapnya:
- Prosesor: AMD Ryzen 7 2700X
- Motherboard: MSI B350M Pro VH Plus
- RAM: HyperX Fury 2x8GB DDR4-2400 (OC @ DDR4-2933 via Memory Try It)
- VGA: Galax GeForce GT 1030
- SSD: Galax HOF 256GB
- PSU: Enermax NAXN 500W
- CPU Cooler: Stock, AMD Wraith PRISM
Setting PC
- Prosesor berjalan full default, hanya Memory yang di-OC menggunakan profile Memory Try It ke DDR4-2933Mhz CL16
- Fan Wraith PRISM di-switch ke ‘L‘ , namun Fan speed di-Max kan di BIOS (sekitar 3000 RPM)
- External case fan diset pada Full Speed (sekitar 1200 RPM)
- Suhu Ambient saat testing dijaga pada 26 – 27 C.
- Side panel pada casing ditutup
Baik mari menuju pengujian di halaman berikutnya!